Pilar Ketahanan Nasional
Makna Pilar
Pilar adalah tiang penyangga suatu bangunan. Pilar memiliki peran
yang sangat sentral dan menentukan, karena bila pilar ini tidak kokoh atau
rapuh akan berakibat robohnya bangunan yang disangganya. Dalam bahasa Jawa
tiang penyangga bangunan atau rumah ini disebut ”soko”, bahkan bagi rumah jenis joglo,
yakni rumah yang atapnya menjulang tinggi terdapat empat soko di tengah bangunan yang disebut soko
guru.Soko guru ini sangat menentukan kokoh dan
kuatnya bangunan, terdiri atas batang kayu yang besar dan dari jenis kayu yang
dapat dipertanggung jawabkan. Dengan demikian orang yang bertempat di rumah
tersebut akan merasa nyaman, aman dan selamat dari berbagai bencana dan
gangguan.
Demikian pula halnya dengan bangunan negara-bangsa, membutuhkan
pilar atau soko guru yang merupakan tiang penyangga yang
kokoh agar rakyat yang mendiami akan merasa nyaman, aman, tenteram dan
sejahtera, terhindar dari segala macam gangguan dan bencana. Pilar bagi suatu
negara-bangsa berupa sistem keyakinan atau belief system, atauphilosophische grondslag,
yang berisi konsep, prinsip dan nilai yang dianut oleh rakyat negara-bangsa
yang bersangkutan yang diyakini memiliki kekuatan untuk dipergunakan sebagai
landasan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Seperti halnya soko guru atau pilar bagi suatu rumah harus
memenuhi syarat agar dapat menjaga kokohnya bangunan sehingga mampu
bertahan serta menangkal segala macam ancaman dan gangguan, demikian pula
halnya dengan belief system yang dijadikan pilar bagi suatu
negara-bangsa. Pilar yang berupa belief system suatu negara-bangsa harus menjamin
kokoh berdirinya negara-bangsa, menjamin terwujudnya ketertiban, keamanan, dan
kenyamanan, serta mampu mengantar terwujudnya kesejahteraan dan keadilan yang
menjadi dambaan warga bangsa.
- A. PILAR PANCASILA
Pilar
pertama bagi tegak kokoh berdirinya negara-bangsa Indonesia adalah Pancasila.
Timbul pertanyaan, mengapa Pancasila diangkat sebagai pilar bangsa Indonesia.
Perlu dasar pemikiran yang kuat dan dapat dipertanggung jawabkan sehingga dapat
diterima oleh seluruh warga bangsa, mengapa bangsa Indonesia menetapkan
Pancasila sebagai pilar kehidupan berbangsa dan bernegara. Berikut
alasannya.
Pilar
atau tiang penyangga suatu bangunan harus memenuhi syarat, yakni disamping
kokoh dan kuat, juga harus sesuai dengan bangunan yang disangganya. Misal
bangunan rumah, tiang yang diperlukan disesuaikan dengan jenis dan kondisi
bangunan. Kalau bangunan tersebut sederhana tidak memerlukan tiang yang terlalu
kuat, tetapi bila bangunan tersebut merupakan bangunan permanen, konkrit, yang
menggunakan bahan-bahan yang berat, maka tiang penyangga harus disesuaikan
dengan kondisi bangunan dimaksud.
Demikian
pula halnya dengan pilar atau tiang penyangga suatu negara-bangsa, harus sesuai
dengan kondisi negara-bangsa yang disangganya. Kita menyadari bahwa
negara-bangsa Indonesia adalah negara yang besar, wilayahnya cukup luas seluas
daratan Eropah yang terdiri atas berpuluh negara, membentang dari barat ke
timur dari Sabang sampai Merauke, dari utara ke selatan dari pulau Miangas
sampai pulau Rote, meliputi ribuan kilometer. Indonesia merupakan negara
kepulauan terbesar di dunia yang memiliki 17 000 pulau lebih, terdiri atas
berbagai suku bangsa yang memiliki beraneka adat dan budaya, serta memeluk
berbagai agama dan keyakinan, maka belief system yang
dijadikan pilar harus sesuai dengan kondisi negara bangsa tersebut.
1. PILAR
BHINNEKA TUNGGAL IKA
SEBAGAI PEREKAT KEHIDUPAN BERBANGSA
DAN BERNEGARA
Pengantar
Dalam
berbagai wacana yang disampaikan baik dalam forum resmi maupun non resmi,
seperti yang telah disampaikan di depan, terungkap bahwa terdapat empat pilar
kehidupan berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia. Empat pilar tersebut
adalah Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka
Tunggal Ika. Bahkan empat pilar tersebut ada yang berpendapat sebagai harga
mati.
Pada
tanggal 1 Juni 2006, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dalam pidato
politiknya, menegaskan kembali konsensus dasar yang telah menjadi kesepakatan
bangsa tersebut, yakni: Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, NKRI dan Bhinneka
Tunggal Ika. Konsensus dasar tersebut merupa-kan konsensus final, yang perlu
dipegang teguh dan bagaimana memanfaatkan konsensus dasar tersebut dalam
menghadapi berbagai ancaman baik internal maupun eksternal. Hal ini diungkap
kembali oleh Bapak Presiden pada kesempatan berbuka bersama dengan para
eksponen ’45 pada tanggal 15 Agustus 2010 di istana Negara.
Namun di
sisi lain sebagian masyarakat memperta-nyakan atau mempersoalkan makna
Bhinneka Tunggal Ika dalam kaitannya dengan implementasi Undang-undang No.32
tahun 2004, tentang Pemerintah Daerah. Mengacu pada pasal 10 UU tersebut,
dinyatakan bahwa “pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya.”
Berbasis pada pasal tersebut, beberapa pemerintah daerah tanpa
memperha-tikan rambu-rambu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melaju tanpa
kendali, bertendensi melangkah sesuai dengan keinginan dan kemauan daerah, yang
berakibat terjadinya tindakan yang dapat saja mengancam keutuhan dan kesatuan
bangsa yang menyimpang dari makna sesanti Bhinneka Tunggal Ika.
Namun
apabila kita cermati dengan saksama, pasal 27 dan 45 UU tersebut menyebutkan
bahwa dalam melaksanakan tugasnya, kepala daerah dan anggota DPRD wajib “memegang
teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar 1945 Negara
Kesatuan Republik Indonesia serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.” Hal ini akan terlaksana dengan sepatutnya
apabila prinsip Bhinneka Tunggal Ika dapat dipegang teguh sebagai acuan dalam
melaksanakan UU Pemerintah Daerah dimaksud. Oleh karena itu berbagai pihak
wajib memahami makna yang benar terhadap Bhinneka Tunggal Ika, dan bagaimana
meman-faatkan sebagai acuan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan
kenegaraan pada umumnya.
2. PILAR NEGARA
KESATUAN REPUBLIK INDONESIA
Sebelum
kita bahas mengenai Negara Kesatuan Republik Indonesia ada baiknya bila kita
fahami lebih dahulu berbagai bentuk Negara yang ada di dunia, apa kelebihan dan
kekurangannya, untuk selanjutnya kita fahami mengapa para founding
fathers negara ini memilih negara kesatuan.
Bentuk
Negara seperti konfederasi, federasi dan kesatuan, menurut Carl J. Friedrich,
merupakan bentuk pembagian kekuasaan secara teritorial atau territorial
division oif power. Berikut penjelasan mengenai bentuk-mentuk Negara
tersebut.
- 1. Konfederasi
Menurut
pendapat L. Oppenheim dalam bukunya Edward M. Sait menjelaskan bawa :”A
confederacy consists of a number of full sovereign states linked together for
the maintenance of their external and internal independence by a recognized
international treaty into a union with organs of its own, which are vested with
a certain power over the members-states, but not over the citizens of these
states.” Oleh Prof. Miriam Budiardjo diterjemahkan sebagai berikut
:”Konfederasi terdiri dari beberapa negarza yang berdaulat penuh yang untuk
mempertahankan kemerdekaan ekstern dan intern, bersatu atas perjanjian
internasional yang diakui dengan menyelenggarakan beberapa alat perlengkapan
tersendiri yang mempunyai kekuasaan tertentu terhadap Negara anggota
konfederasi, tetapi tidak terhadap warganegara negara-negara itu.”[17]
Contoh
konfederasi adalah Negara Amerika Serikat yang terdiri atas 13 negara
bekas koloni jajahan Inggris. selama 8 tahun yang berakhir pada tahun
1789, karena dipandang merupakan bentuk negara yang kurang kokoh, karena tidak
jelas bentuk kepala negaranya.
- 2. Negara
Federal
Ada
berbagai pendapat mengenai negara federal, karena negara federal yang satu
berbeda dengan negara yang lain dalam menerapkan division of power.
Menurut pendapat K.C. Wheare dalam bukunya Federal Government,
dijelaskan bahwa prinsip federal ialah bahwa kekuasaan dibagi sedemikian rupa
sehingga pemerintah federal dan pemerintah negara bagian dalam bidang-bidang
tertentu adalah bebas satu sama lain. Misalnya dalam soal hubungan luar negeri
dan soal mencetak uang, pemerintah federal sama sekali bebas dari campur tangan
dari pemerintah negara bagian, sedangkan dalam soal kebudayaan, kesehatan dan
sebagainya, pemerintah negara bagian biasanya bebas dengan tidak ada campur
tangan dari pemerintah federal.[18]
- 3. Negara
Kesatuan
Menurut
C.F. Strong negara kesatuan ialah bentuk negara di mana wewenang legislatif
tertinggi dipusatkan dalam satu badan legislatif nasional/pusat. Kekuasaan
terletak pada pemerintah pusat dan tidak pada pemerintah daerah. Pemerintah
pusat mempunyai wewenang untuk menyerahkan sebagian sepenuhnya terletak
pada pemerin-tah pusat. Dengan demikian maka kedaulatannya tidak terbagi.[19]
Marilah
kita mencoba menelaah, sejauh mana Pembukaan UUD 1945 memberikan akomodasi
terhadap bentuk negara tertentu, federasi atau kesatuan.
- Pada alinea kedua disebutkan :” .
. . dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan
pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu,
berdaulat, adil dan makmur.” Kata atau istilah bersatu tidak
dapat dimaknai bahwa kedaulatan negara terpusat atau terdistribusi pada
pemerintah pusat dan negara bagian, sehingga tidak dapat dijadikan
landasan untuk menentukan apakah Negara Republik Indonesia berbentuk
federal atau kesatuan.
- Mungkin salah satu landasan
argument bagi bentuk negara adalah rumusan sila ketiga yakni “persatuan
Indonesia.” Landasan inipun dipandang tidak kuat sebagai argument ditentukannya
bentuk negara kesatuan. Untuk itu perlu dicarikan landasan pemikiran
mengapa bangsa Indonesia menentukan bentuk Negara Kesatuan, bahkan telah
dinyatakan oleh berbagai pihak sebagai ketentuan final.
- Bentuk Negara Kesatuan adalah
ketentuan yang diambil oleh parafounding fathers pada tahun
1945 berdasarkan berbagai pertimbangan dan hasil pembahasan yang cukup
mendalam. Namun dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia pernah juga
menerapkan bentuk negara federal sebagai akibat atau konsekuensi hasil
konferensi meja bundar di Negeri Belanda pada tahun 1949. Namun
penerapan pemerintah federal ini hanya berlangsung sekitar 7 bulan untuk
kemudian kembali menjadi bentuk Negara kesatuan.
- Sejak itu Negara Replublik
Indonesia berbentuk kesatuan sampai dewasa ini, meskipun wacana mengenai
negara federal masih sering timbul pada permukaan, utamanya setelah
Negara-bangsa Indonesia memasuki era reformasi. Namun nampaknya telah
disepakati oleh segala pihak bahwa bentuk negara kesatuan merupakan
pilihan final bangsa.
Untuk
dapat memahami bagaimana pendapat para founding fatherstentang
negara kesatuan ini ada baiknya kita sampaikan beberapa pendapat anggota Badan
Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia.
- Bung Karno dalam pidatonya pada
tanggal 1 Juni 1945, di antaranya mengusulkan sebagai dasar negara yang
akan segera dibentuk adalah faham kebangsaan, sebagai landasan berdirinya
negara kebangsaan atau nationale staat. Berikut kutipan
beberapa bagian dari pidato tersebut. “Di antara bangsa Indonesia, yang
paling ada le desir d’etre ensemble, adalah rakyat
Minangkabau, yang banyaknya kira-kira 2 ½ milyun. Rakyat ini merasa
dirinya satu keluarga. Tetapi Minangkabau bukan suatu kesatuan, melainkan
hanya satu bagian daripada satu kesatuan. Penduduk Yogya pun adalah merasa le
desir d’etre ensemble, tetapi Yogya pun hanya sebagian kecil daripada
satu kesatuan. Di Jawa Barat Rakyat Pasundan sangat merasakan le
desir d’etre ensemble, tetapi Sunda pun satu bagian kecil daripada
kesatuan.
- Dari kutipan pidato tersebut tidak
dapat dijadikan landasan argumentasi bagi terbentuknya negara kesatuan.
Apalagi kalau kita ikuti lebih lanjut pidato Bung Karno yang justru
memberikan gambaran negara kebangsaan pada negara-negara federal seperti
Jermania Raya, India dan sebagainya. Dengan demikian sila ketiga Pancasila
“persatuan Indonesia,” tidak menjamin terwujudnya negara berbentuk
kesatuan, tetapi lebih ke arah landasan bagi terbentuknya negara
kebangsaan atau nation-state.
- Untuk mencari landasan bagi Negara
kesatuan para founding fathers lebih mendasarkan diri
pada pengalaman sejarah bangsa sejak zaman penjajahan, waktu perjuangan
kemerdekaan sampai persiapan kemerdekaan bangsa Indonesia. Penjajah
menerapkan pendekatan devide et impera, atau pecah dan kuasai.
Pendekatan tersebut hanya mungkin dapat diatasi oleh persatuan dan
kesatuan. Sejarah membuktikan bahwa perjuangan melawan penjajah selalu
dapat dipatahkan oleh penjajah dengan memecah dan mengadu domba. Hal ini
yang dipergunakan sebagai alasan dan dasar dalam menentukan bentuk negara
kesatuan.
3. PILAR
UNDANG-UNDANG DASAR 1945
Pilar
kedua kehidupan berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia adalah
Undang-Undang Dasar 1945. Dalam rangka memahami dan mendalami UUD 1945,
diperlukan memahami lebih dahulu makna undang-undang dasar bagi kehidupan
berbangsa dan bernegara dan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pembukaan UUD
1945. Tanpa memahami prinsip yang terkandung dalam Pembukaan tersebut tidak
mungkin mengadakan evaluasi terhadap pasal-pasal yang terdapat dalam batang tubuhnya
dan barbagai undang-undang yang menjadi derivatnya.
Makna
Undang-Undang Dasar
Beberapa
pihak membedakan antara pengertian konstitusi dan undang-undang dasar. Misal
dalam kepustakaan Belanda, di antaranya yang disampaikan oleh L.J. van
Apeldoorn, bahwa konstitusi berisi seluruh peraturan-peraturan dasar, baik yang
tertulis maupun yang tidak tertulis, yang berisi prinsip-prinsiup dan
norma-norma hukum yang mendasari kehidupan kenegaraan, sedang undang-undang
dasar hanya memuat bagian yang tertulis saja. Istilah undang-undang dasar
sangat mungkin terjemahan dari grondwet (bahasa Belanda), yang
berasal dari kata grond yang bermakna dasar dan wet yang
berarti hukum, sehinggagrondwet bermakna hukum dasar. Atau mungkin
juga dari istilahGrundgesetz yang terdiri dari kata Grund yang
bermakna dasar danGesetz yang bermakna hukum. Sangat mungkin para founding
fathersdalam menyusun rancangan UUD mengikuti pola pikir ini, hal ini
terbukti dalam Penjelasan UUD 1945 dinyatakan hal sebagai berikut:
Undang-Undang
Dasar suatu negara ialah hanya sebagian dari hukum dasar negara itu.
Undang-Undang Dasar ialah hukum dasar yang tertulis, sedang disampingnya
Undang-Undang Dasar itu berlaku juga hukum dasar yang tidak tertulis, ialah
atura-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan
negara meskipun tidak tertulis.
Konstitusi
berasal dari istilah Latin constituere, yang artinyamenetapkan atau menentukan.
Dalam suatu konstitusi terdapat ketentuan-ketentuan yang mengatur hak dasar dan
kewajiban warganegara suatu negara, perlin-dungan warganegara dari tindak
sewenang-wenang sesama warganegara maupun dari penguasa. Konstitusi juga
menentukan tatahubungan dan tatakerja lembaga yang terdapat dalam negara,
sehingga terjalin suatu sistem kerja yang efisien, efektif dan produktif,
sesuai dengan tujuan dan wawasan yang dianutnya.
4.
Trisakti
Menurut Soenarko, berdaulat dalam politik adalah segala pengaturan
kehidupan berbangsa dan bernegara harus didasarkan pada mandat rakyat.
Kedaulatan politik dibangun dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, dan
bukan diatur oleh pihak luar atau negara asing. Berdikari dalam ekonomi adalah
pengaturan peri kehidupan ekonomi harus didasarkan pada tujuan akhir
menyejahterakan seluruh Rakyat Indonesia. �Eksploitasi dan penguasaan
sumber daya alam Indonesia oleh pihak asing secara besar-besaran dan serampangan
harus dihentikan, namun kerja sama ekonomi dan investasi yang saling
menguntungkan penting digiatkan.� Ungkap pria kelahiran
Bojonegoro tahun 1927 itu.
Sedangkan berkepribadian di bidang budaya adalah wujud perilaku asah, asih, asuh, dan tepo sliro. Maknanya adalah sikap saling memberitahu, saling memperhatikan, melakukan dengan senang hati dan tidak semena-mena. �Kepribadian ini adalah hal dasar yang harus diajarkan kepada masyarakat Indonesia sejak dini. Inilah perbedaannya bahwa saat ini sudah tidak ada lagi pendidikan budi pekerti. Padahal Indonesia baru dapat bersatu bila masyarakatnya memiliki budi pekerti yang baik�, jelas Soenarko tentang makna kepribadian bangsa Indonesia yang disebut dalam Trisakti.
http://www.pdiperjuangan-jatim.org/v03/index.php?mod=berita&id=114
Sedangkan berkepribadian di bidang budaya adalah wujud perilaku asah, asih, asuh, dan tepo sliro. Maknanya adalah sikap saling memberitahu, saling memperhatikan, melakukan dengan senang hati dan tidak semena-mena. �Kepribadian ini adalah hal dasar yang harus diajarkan kepada masyarakat Indonesia sejak dini. Inilah perbedaannya bahwa saat ini sudah tidak ada lagi pendidikan budi pekerti. Padahal Indonesia baru dapat bersatu bila masyarakatnya memiliki budi pekerti yang baik�, jelas Soenarko tentang makna kepribadian bangsa Indonesia yang disebut dalam Trisakti.
http://www.pdiperjuangan-jatim.org/v03/index.php?mod=berita&id=114
Tidak ada komentar:
Posting Komentar