Perilaku konsumen
Perilaku
konsumen adalah proses dan aktivitas
ketika seseorang berhubungan dengan pencarian, pemilihan,
pembelian,
penggunaan,
serta pengevaluasian produk dan jasa demi memenuhi kebutuhan dan keinginan.[1] Perilaku konsumen merupakan hal-hal yang mendasari
konsumen untuk membuat keputusan pembelian.[2] Untuk barang berharga
jual rendah (low-involvement) proses pengambilan keputusan dilakukan
dengan mudah,
sedangkan untuk barang berharga jual tinggi (high-involvement) proses
pengambilan keputusan dilakukan dengan pertimbangan
yang matang. [1]
Aplikasi Perilaku Konsumen dalam Bisnis
Pemahaman
mengenai perilaku konsumen sangatlah penting dalam pemasaran. Menurut Engel, et
al. (1994), perilaku konsumen adalah suatu tindakan yang langsung terlibat
dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk
keputusan mendahului dan menyusuli tindakan ini. Terdapat dua elemen penting
dari arti perilaku konsumen, yaitu: (1) proses pengambilan keputusan, (2)
kegiatan fisik yang melibatkan individu dalam menilai, mendapatkan dan
menggunakan barang dan jasa ekonomis (Swastha, 1990).[3] Pemahaman akan perilaku konsumen cerdas
dapat diaplikasikan dalam beberapa hal, yang pertama adalah untuk merancang
sebuah strategi
pemasaran yang baik, misalnya menentukan kapan saat yang tepat
perusahaan memberikan diskon
untuk menarik pembeli.[4] Ke dua, perilaku konsumen dapat
membantu pembuat keputusan membuat kebijakan publik.[4] Misalnya dengan mengetahui bahwa
konsumen akan banyak menggunakan transportasi saat lebaran, pembuat keputusan dapat merencanakan
harga tiket transportasi di hari raya tersebut. Aplikasi ke tiga adalah dalam hal
pemasaran sosial (social marketing), yaitu
penyebaran ide di antara konsumen.[4] Dengan memahami sikap konsumen dalam
menghadapi sesuatu, seseorang dapat menyebarkan ide dengan lebih cepat dan
efektif.Dan juga dapat memberikan gambaran kepada para pemasar dalam pembuatan
produk,pnyesuaian harga produk,mutu produk,kemasan dan sebagainya agar dalam
penjualn produknya tidak menimbulkan kekecewaan pada pemasar tersebut.
Pendekatan dalam meneliti perilaku konsumen
Terdapat tiga
pendekatan utama dalam meneliti perilaku konsumen.[5] Pendekatan pertama adalah pendekatan
interpretif.[5] Pendekatan ini menggali secara mendalam
perilaku konsumsi dan hal yang mendasarinya. Studi dilakukan dengan melalui
wawancara panjang dan focus group discussion untuk memahami apa makna
sebuah produk dan jasa
bagi konsumen dan apa yang dirasakan dan dialami konsumen ketika membeli dan
menggunakannya.
Pendekatan ke
dua adalah pendekatan tradisional yang didasari pada teori dan metode dari ilmu psikologi kognitif, sosial, dan behaviorial
serta dari ilmu sosiologi.[5] Pendekatan ini bertujuan mengembangkan
teori dan metode untuk menjelaskan perilaku dan pembuatan keputusan konsumen.
Studi dilakukan melalui eksperimen dan survei untuk menguji coba teori dan
mencari pemahaman tentang bagaimana seorang konsumen memproses informasi,
membuat keputusan, serta pengaruh lingkungan sosial terhadap perilaku konsumen.
Pendekatan ke
tiga disebut sebagai sains pemasaran yang didasari pada teori dan metode dari ilmu ekonomi dan statistika.[5] Pendekatan ini dilakukan dengan
mengembangkan dan menguji coba model matematika berdasarkan hierarki kebutuhan manusia
menurut Abraham Maslow untuk
memprediksi pengaruh strategi marketing terhadap pilihan dan pola konsumsi,
yang dikenal dengan sebutan moving rate analysis.
Ketiga
pendekatan sama-sama memiliki nilai dan tinggi dan memberikan pemahaman atas
perilaku konsumen dan strategi marketing dari sudut pandang dan tingkatan
analisis yang berbeda. Sebuah perusahaan dapat saja menggunakan salah satu atau
seluruh pendekatan, tergantung permasalahan yang dihadapi perusahaan tersebut.[5]
Roda analisis konsumen
Roda analisis
konsumen adalah kerangka kerja yang digunakan pemasar untuk meneliti,
menganalisis, dan memahami perilaku konsumen agar dapat menciptakan strategi
pemasaran yang lebih baik.[5] Roda analisis konsumen terdiri dari
tiga elemen: afeksi dan kognisi, lingkungan, dan perilaku.
Afeksi dan kognisi
Tipe respons
afektif
Elemen pertama
adalah afeksi dan kognisi. Afeksi merujuk pada perasaan
konsumen terhadap suatu stimuli atau kejadian,
misalnya apakah konsumen menyukai sebuah produk atau tidak. Kognisi mengacu pada pemikiran konsumen, misalnya
apa yang dipercaya konsumen dari suatu produk. Afeksi dan kognisi berasal dari
sistem yang disebut sistem afeksi dan sistem kognisi. Meskipun berbeda, namun
keduanya memiliki keterkaitan yang sangat kuat dan saling memengaruhi.
Manusia dapat
merasakan empat tipe respons afektif: emosi,
perasaan tertentu, suasana hati/mood, dan evaluasi. Setiap tipe tersebut dapat berupa
respons positif atau negatif. Keempat tipe afeksi ini berbeda dalam hal
pengaruhnya terhadap tubuh dan intensitas perasaan yang dirasakan. Semakin kuat
intensitasnya, semakin besar pengaruh perasaan itu terhadap tubuh, misalnya
terjadi peningkatan tekanan darah, kecepatan pernapasan, keluarnya air mata,
atau rasa sakit di perut. Bila intensitasnya lemah, maka pengaruhnya pada tubuh
tidak akan terasa.
Sistem kognisi
terdiri dari lima proses mental, yaitu: memahami, mengevaluasi, merencanakan,
memilih, dan berpikir. Proses memahami adalah proses menginterpretasi atau
menentukan arti dari aspek tertentu yang terdapat dalam sebuah lingkungan. mengevaluasi berarti menentukan
apakah sebuah aspek dalam lingkungan tertentu itu baik atau buruk, positif atau
negatif, disukai atau tidak disukai. Merencanakan berarti menentukan bagaimana
memecahkan sebuah masalah untuk mencapai suatu tujuan. Memilih berarti
membandingkan alternatif solusi dari sebuah masalah dan menentukan alternatif
terbaik, sedangkan berpikir adalah aktivitas kognisi yang terjadi dalam keempat
proses yang disebutkan sebelumnya.
Fungsi utama
dari sistem kognisi adalah untuk menginterpretasi, membuat masuk akal, dan
mengerti aspek tertentu dari pengalaman yang dialami konsumen. Fungsi ke dua
adalah memproses interpretasi menjadi sebuah task kognitif seperti
mengidentifikasi sasaran dan tujuan, mengembangkan dan mengevaluasi pilihan
alternatif untuk memenuhi tujuan tersebut, memilih alternatif, dan melaksanakan
alternatif itu.
Besar kecilnya
intensitas proses sistem kognitif berbeda-beda tergantung konsumennya,
produknya, atau situasinya. Konsumen tidak selalu melakukan aktivitas kognisi
secara ekstensif, dalam beberapa kasus, konsumen bahkan tidak banyak berpikir
sebelum membeli sebuah produk.
Proses pengambilan keputusan pembelian
Sebelum dan
sesudah melakukan pembelian, seorang konsumen akan melakukan sejumlah proses
yang mendasari pengambilan keputusan, yakni:[6]
- Pengenalan masalah (problem recognition).[1] Konsumen akan membeli suatu produk sebagai solusi atas permasalahan yang dihadapinya. Tanpa adanya pengenalan masalah yang muncul, konsumen tidak dapat menentukan produk yang akan dibeli.[1]
- Pencarian informasi (information source).[1] Setelah memahami masalah yang ada, konsumen akan termotivasi untuk mencari informasi untuk menyelesaikan permasalahan yang ada melalui pencarian informasi.[1] Proses pencarian informasi dapat berasal dari dalam memori (internal) dan berdasarkan pengalaman orang lain (eksternal).[1]
- Mengevaluasi alternatif (alternative evaluation).[1] Setelah konsumen mendapat berbagai macam informasi, konsumen akan mengevaluasi alternatif yang ada untuk mengatasi permasalahan yang dihadapinya.[1]
- Keputusan pembelian (purchase decision).[1] Setelah konsumen mengevaluasi beberapa alternatif strategis yang ada, konsumen akan membuat keputusan pembelian.[1] Terkadang waktu yang dibutuhkan antara membuat keputusan pembelian dengan menciptakan pembelian yang aktual tidak sama dikarenakan adanya hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan.[1]
- Evaluasi pasca-pembelian (post-purchase evaluation) merupakan proses evaluasi yang dilakukan konsumen tidak hanya berakhir pada tahap pembuatan keputusan pembelian.[7] Setelah membeli produk tersebut, konsumen akan melakukan evaluasi apakah produk tersebut sesuai dengan harapannya.[8] Dalam hal ini, terjadi kepuasan dan ketidakpuasan konsumen.[1] Konsumen akan puas jika produk tersebut sesuai dengan harapannya dan selanjutnya akan meningkatkan permintaan akan merek produk tersebut pada masa depan.[1] Sebaliknya, konsumen akan merasa tidak puas jika produk tersebut tidak sesuai dengan harapannya dan hal ini akan menurunkan permintaan konsumen pada masa depan.[1]
Faktor-faktor yang memengaruhi
Terdapat lima
faktor internal yang relevan terhadap proses pembuatan keputusan pembelian:[1]
- Motivasi (motivation) merupakan suatu dorongan yang ada dalam diri manusia untuk mencapai tujuan tertentu.[1]
- Persepsi (perception) merupakan hasil pemaknaan seseorang terhadap stimulus atau kejadian yang diterimanya berdasarkan informasi dan pengalamannya terhadap rangsangan tersebut.[1]
- Pembentukan sikap (attitude formation) merupakan penilaian yang ada dalam diri seseorang yang mencerminkan sikap suka/tidak suka seseorang akan suatu hal.[1]
- Integrasi (integration) merupakan kesatuan antara sikap dan tindakan.[1] Integrasi merupakan respon atas sikap yang diambil. Perasaan suka akan mendorong seseorang untuk membeli dan perasaan tidak suka akan membulatkan tekad seseorang untuk tidak membeli produk tersebut.[1]
http://id.wikipedia.org/wiki/Perilaku_konsumen