Minggu, 23 Juni 2013

5 Pilar Ketahanan Nasional


Pilar Ketahanan Nasional
Makna Pilar

Pilar adalah tiang penyangga suatu bangunan. Pilar memiliki peran yang sangat sentral dan menentukan, karena bila pilar ini tidak kokoh atau rapuh akan berakibat robohnya bangunan yang disangganya. Dalam bahasa Jawa tiang penyangga bangunan atau rumah ini disebut ”soko”, bahkan bagi rumah jenis joglo, yakni rumah yang atapnya menjulang tinggi terdapat empat soko di tengah bangunan yang disebut soko guru.Soko guru ini sangat menentukan kokoh dan kuatnya bangunan, terdiri atas batang kayu yang besar dan dari jenis kayu yang dapat dipertanggung jawabkan. Dengan demikian orang yang bertempat di rumah tersebut akan merasa nyaman, aman dan selamat dari berbagai bencana dan gangguan.
Demikian pula halnya dengan bangunan negara-bangsa, membutuhkan pilar atau soko guru yang merupakan tiang penyangga yang kokoh agar rakyat yang mendiami akan merasa nyaman, aman, tenteram dan sejahtera, terhindar dari segala macam gangguan dan bencana. Pilar bagi suatu negara-bangsa berupa sistem keyakinan atau belief system, atauphilosophische grondslag, yang berisi konsep, prinsip dan nilai yang dianut oleh rakyat negara-bangsa yang bersangkutan yang diyakini memiliki kekuatan untuk dipergunakan sebagai landasan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Seperti halnya soko guru atau pilar bagi suatu rumah harus memenuhi syarat agar dapat menjaga kokohnya bangunan sehingga mampu  bertahan serta menangkal segala macam ancaman dan gangguan, demikian pula halnya dengan belief system yang dijadikan pilar bagi suatu negara-bangsa. Pilar yang berupa belief system suatu negara-bangsa harus menjamin kokoh berdirinya negara-bangsa, menjamin terwujudnya ketertiban, keamanan, dan kenyamanan, serta mampu mengantar terwujudnya kesejahteraan dan keadilan yang menjadi dambaan warga bangsa.

  1. A.   PILAR PANCASILA

Pilar pertama bagi tegak kokoh berdirinya negara-bangsa Indonesia adalah Pancasila. Timbul pertanyaan, mengapa Pancasila diangkat sebagai pilar bangsa Indonesia. Perlu dasar pemikiran yang kuat dan dapat dipertanggung jawabkan sehingga dapat diterima oleh seluruh warga bangsa, mengapa bangsa Indonesia menetapkan  Pancasila sebagai pilar kehidupan  berbangsa dan bernegara. Berikut alasannya.
Pilar atau tiang penyangga suatu bangunan harus memenuhi syarat, yakni disamping kokoh dan kuat, juga harus sesuai dengan bangunan yang disangganya. Misal bangunan rumah, tiang yang diperlukan disesuaikan dengan jenis dan kondisi bangunan. Kalau bangunan tersebut sederhana tidak memerlukan tiang yang terlalu kuat, tetapi bila bangunan tersebut merupakan bangunan permanen, konkrit, yang menggunakan bahan-bahan yang berat, maka tiang penyangga harus disesuaikan dengan kondisi bangunan dimaksud.
Demikian pula halnya dengan pilar atau tiang penyangga suatu negara-bangsa, harus sesuai dengan kondisi negara-bangsa yang disangganya. Kita menyadari bahwa negara-bangsa Indonesia adalah negara yang besar, wilayahnya cukup luas seluas daratan Eropah yang terdiri atas berpuluh negara, membentang dari barat ke timur dari Sabang sampai Merauke, dari utara ke selatan dari pulau Miangas sampai pulau Rote, meliputi ribuan kilometer.  Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki 17 000 pulau lebih, terdiri atas berbagai suku bangsa yang memiliki beraneka adat dan budaya, serta memeluk berbagai agama dan keyakinan, maka belief system yang dijadikan pilar harus sesuai dengan kondisi negara bangsa tersebut. 
1.         PILAR BHINNEKA  TUNGGAL  IKA
SEBAGAI  PEREKAT  KEHIDUPAN   BERBANGSA  DAN  BERNEGARA

Pengantar
Dalam berbagai wacana yang disampaikan baik dalam forum resmi maupun non resmi, seperti yang telah disampaikan di depan, terungkap bahwa terdapat empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia. Empat pilar tersebut adalah Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika. Bahkan empat pilar tersebut ada yang berpendapat sebagai harga mati.

Pada tanggal 1 Juni 2006, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dalam pidato politiknya, menegaskan kembali konsensus dasar yang telah menjadi kesepakatan bangsa tersebut, yakni: Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika. Konsensus dasar tersebut merupa-kan konsensus final, yang perlu dipegang teguh dan bagaimana memanfaatkan konsensus dasar tersebut dalam menghadapi berbagai ancaman baik internal maupun eksternal. Hal ini diungkap kembali oleh Bapak Presiden pada kesempatan berbuka bersama dengan para eksponen ’45 pada tanggal 15 Agustus 2010 di istana Negara.

Namun di sisi lain sebagian masyarakat memperta-nyakan  atau mempersoalkan makna Bhinneka Tunggal Ika dalam kaitannya dengan implementasi Undang-undang No.32 tahun  2004, tentang Pemerintah Daerah. Mengacu pada pasal 10 UU tersebut, dinyatakan bahwa “pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya.” Berbasis pada pasal tersebut, beberapa  pemerintah daerah tanpa memperha-tikan rambu-rambu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melaju tanpa kendali, bertendensi melangkah sesuai dengan keinginan dan kemauan daerah, yang berakibat terjadinya tindakan yang dapat saja mengancam keutuhan dan kesatuan bangsa yang menyimpang dari makna sesanti Bhinneka Tunggal Ika.

Namun apabila kita cermati dengan saksama, pasal 27 dan 45 UU tersebut menyebutkan bahwa dalam melaksanakan tugasnya, kepala daerah dan anggota DPRD wajib “memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar 1945 Negara Kesatuan Republik Indonesia serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.” Hal ini akan terlaksana dengan sepatutnya apabila prinsip Bhinneka Tunggal Ika dapat dipegang teguh sebagai acuan dalam melaksanakan UU Pemerintah Daerah dimaksud. Oleh karena itu berbagai pihak wajib memahami makna yang benar terhadap Bhinneka Tunggal Ika, dan bagaimana meman-faatkan sebagai acuan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan kenegaraan pada umumnya.
2.      PILAR  NEGARA  KESATUAN  REPUBLIK  INDONESIA
Sebelum kita bahas mengenai Negara Kesatuan Republik Indonesia ada baiknya bila kita fahami lebih dahulu berbagai bentuk Negara yang ada di dunia, apa kelebihan dan kekurangannya, untuk selanjutnya kita fahami mengapa para founding fathers negara ini memilih negara kesatuan.
Bentuk Negara seperti konfederasi, federasi dan kesatuan, menurut Carl J. Friedrich, merupakan bentuk pembagian kekuasaan secara  teritorial atau territorial division oif power. Berikut penjelasan mengenai bentuk-mentuk Negara tersebut.
  1. 1.       Konfederasi
Menurut pendapat L. Oppenheim dalam bukunya Edward M. Sait menjelaskan bawa :”A confederacy consists of a number of full sovereign states linked together for the maintenance of their external and internal independence by a recognized international treaty into a union with organs of its own, which are vested with a certain power over the members-states, but not over the citizens of these states.” Oleh Prof. Miriam Budiardjo diterjemahkan sebagai berikut :”Konfederasi terdiri dari beberapa negarza yang berdaulat penuh yang untuk mempertahankan kemerdekaan ekstern dan intern, bersatu atas perjanjian internasional yang diakui dengan menyelenggarakan beberapa alat perlengkapan tersendiri yang mempunyai kekuasaan tertentu terhadap Negara anggota konfederasi, tetapi tidak terhadap warganegara negara-negara itu.”[17]
Contoh konfederasi adalah Negara Amerika Serikat  yang terdiri atas 13 negara bekas koloni jajahan Inggris. selama 8 tahun yang  berakhir pada tahun 1789, karena dipandang merupakan bentuk negara yang kurang kokoh, karena tidak jelas bentuk kepala negaranya.
  1. 2.       Negara Federal
Ada berbagai pendapat mengenai negara federal, karena negara federal yang satu berbeda dengan negara yang lain dalam menerapkan division of power. Menurut pendapat K.C. Wheare dalam bukunya Federal Government, dijelaskan bahwa prinsip federal ialah bahwa kekuasaan dibagi sedemikian rupa sehingga pemerintah federal dan pemerintah negara bagian dalam bidang-bidang tertentu adalah bebas satu sama lain. Misalnya dalam soal hubungan luar negeri dan soal mencetak uang, pemerintah federal sama sekali bebas dari campur tangan dari pemerintah negara bagian, sedangkan dalam soal kebudayaan, kesehatan dan sebagainya, pemerintah negara bagian biasanya bebas dengan tidak ada campur tangan dari pemerintah federal.[18]


  1. 3.       Negara Kesatuan
Menurut C.F. Strong negara kesatuan ialah bentuk negara di mana wewenang legislatif tertinggi dipusatkan dalam satu badan legislatif nasional/pusat. Kekuasaan terletak pada pemerintah pusat dan tidak pada pemerintah daerah. Pemerintah pusat mempunyai wewenang untuk menyerahkan sebagian  sepenuhnya terletak pada pemerin-tah pusat. Dengan demikian maka kedaulatannya tidak terbagi.[19]
Marilah kita mencoba menelaah, sejauh mana Pembukaan UUD 1945 memberikan akomodasi terhadap bentuk negara tertentu, federasi atau kesatuan.
  • Pada alinea kedua disebutkan :” . . .  dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.” Kata atau istilah bersatu tidak dapat dimaknai bahwa kedaulatan negara terpusat atau terdistribusi pada pemerintah pusat dan  negara bagian, sehingga tidak dapat dijadikan landasan untuk menentukan apakah Negara Republik Indonesia berbentuk federal atau kesatuan.
  • Mungkin salah satu landasan argument bagi bentuk negara adalah rumusan sila ketiga yakni “persatuan Indonesia.” Landasan inipun dipandang tidak kuat sebagai argument ditentukannya bentuk negara kesatuan. Untuk itu perlu dicarikan landasan pemikiran mengapa bangsa Indonesia menentukan bentuk Negara Kesatuan, bahkan telah dinyatakan oleh berbagai pihak sebagai ketentuan final.
  • Bentuk Negara Kesatuan adalah ketentuan yang diambil oleh parafounding fathers pada tahun 1945 berdasarkan berbagai pertimbangan dan hasil pembahasan yang cukup mendalam. Namun dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia pernah juga menerapkan bentuk negara federal sebagai akibat atau konsekuensi hasil konferensi meja bundar di Negeri Belanda pada  tahun 1949. Namun penerapan pemerintah federal ini hanya berlangsung sekitar 7 bulan untuk kemudian kembali menjadi bentuk Negara kesatuan.
  • Sejak itu Negara Replublik Indonesia berbentuk kesatuan sampai dewasa ini, meskipun wacana mengenai negara federal masih sering timbul pada permukaan, utamanya setelah Negara-bangsa Indonesia memasuki era reformasi. Namun nampaknya telah disepakati oleh segala pihak bahwa bentuk negara kesatuan merupakan pilihan final bangsa.
Untuk dapat memahami bagaimana pendapat para founding fatherstentang negara kesatuan ini ada baiknya kita sampaikan beberapa pendapat anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia.
  • Bung Karno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945, di antaranya mengusulkan sebagai dasar negara yang akan segera dibentuk adalah faham kebangsaan, sebagai landasan berdirinya negara kebangsaan atau nationale staat. Berikut kutipan beberapa bagian dari pidato tersebut. “Di antara bangsa Indonesia, yang paling ada le desir d’etre ensemble, adalah rakyat Minangkabau, yang banyaknya kira-kira 2 ½ milyun. Rakyat ini merasa dirinya satu keluarga. Tetapi Minangkabau bukan suatu kesatuan, melainkan hanya satu bagian daripada satu kesatuan. Penduduk Yogya pun adalah merasa le desir d’etre ensemble, tetapi Yogya pun hanya sebagian kecil daripada satu kesatuan. Di Jawa Barat Rakyat Pasundan sangat merasakan le desir d’etre ensemble, tetapi Sunda pun satu bagian kecil daripada kesatuan.
  • Dari kutipan pidato tersebut tidak dapat dijadikan landasan argumentasi bagi terbentuknya negara kesatuan. Apalagi kalau kita ikuti lebih lanjut pidato Bung Karno yang justru memberikan gambaran negara kebangsaan pada negara-negara federal seperti Jermania Raya, India dan sebagainya. Dengan demikian sila ketiga Pancasila “persatuan Indonesia,” tidak menjamin terwujudnya negara berbentuk kesatuan, tetapi lebih ke arah landasan bagi terbentuknya negara kebangsaan atau nation-state.
  • Untuk mencari landasan bagi Negara kesatuan para founding fathers lebih mendasarkan diri pada pengalaman sejarah bangsa sejak zaman penjajahan, waktu perjuangan kemerdekaan sampai persiapan kemerdekaan bangsa Indonesia. Penjajah menerapkan pendekatan devide et impera, atau pecah dan kuasai. Pendekatan tersebut hanya mungkin dapat diatasi oleh persatuan dan kesatuan. Sejarah membuktikan bahwa perjuangan melawan penjajah selalu dapat dipatahkan oleh penjajah dengan memecah dan mengadu domba. Hal ini yang dipergunakan sebagai alasan dan dasar dalam menentukan bentuk negara kesatuan.
3.      PILAR  UNDANG-UNDANG  DASAR  1945
Pilar kedua kehidupan berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia adalah Undang-Undang Dasar 1945. Dalam rangka memahami dan mendalami UUD 1945, diperlukan memahami lebih dahulu makna undang-undang dasar bagi kehidupan berbangsa dan bernegara dan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945. Tanpa memahami prinsip yang terkandung dalam Pembukaan tersebut tidak mungkin mengadakan evaluasi terhadap pasal-pasal yang terdapat dalam batang tubuhnya dan barbagai undang-undang yang menjadi derivatnya.
Makna Undang-Undang Dasar
Beberapa pihak membedakan antara pengertian konstitusi dan undang-undang dasar. Misal dalam kepustakaan Belanda, di antaranya yang disampaikan oleh L.J. van Apeldoorn, bahwa konstitusi berisi seluruh peraturan-peraturan dasar, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, yang berisi prinsip-prinsiup dan norma-norma hukum yang mendasari kehidupan kenegaraan, sedang undang-undang dasar hanya memuat bagian yang tertulis saja. Istilah undang-undang dasar sangat mungkin terjemahan dari grondwet (bahasa Belanda), yang berasal dari kata grond yang bermakna dasar dan wet yang berarti hukum, sehinggagrondwet bermakna hukum dasar. Atau mungkin juga dari istilahGrundgesetz yang terdiri dari kata Grund yang bermakna dasar danGesetz yang bermakna hukum. Sangat mungkin para founding fathersdalam menyusun rancangan UUD mengikuti pola pikir ini, hal ini terbukti dalam Penjelasan UUD 1945 dinyatakan hal sebagai berikut:
Undang-Undang Dasar suatu negara ialah hanya sebagian dari hukum dasar negara itu. Undang-Undang Dasar ialah hukum dasar yang tertulis, sedang disampingnya Undang-Undang Dasar itu berlaku juga hukum dasar yang tidak tertulis, ialah atura-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara meskipun tidak tertulis.
Konstitusi berasal dari istilah Latin constituere, yang artinyamenetapkan atau menentukan. Dalam suatu konstitusi terdapat ketentuan-ketentuan yang mengatur hak dasar dan kewajiban warganegara suatu negara, perlin-dungan warganegara dari tindak sewenang-wenang sesama warganegara maupun dari penguasa. Konstitusi juga menentukan tatahubungan dan tatakerja lembaga yang terdapat dalam negara, sehingga terjalin suatu sistem kerja yang efisien, efektif dan produktif, sesuai dengan tujuan dan wawasan yang dianutnya.

4.       Trisakti
Menurut Soenarko, berdaulat dalam politik adalah segala pengaturan kehidupan berbangsa dan bernegara harus didasarkan pada mandat rakyat. Kedaulatan politik dibangun dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, dan bukan diatur oleh pihak luar atau negara asing. Berdikari dalam ekonomi adalah pengaturan peri kehidupan ekonomi harus didasarkan pada tujuan akhir menyejahterakan seluruh Rakyat Indonesia. Eksploitasi dan penguasaan sumber daya alam Indonesia oleh pihak asing secara besar-besaran dan serampangan harus dihentikan, namun kerja sama ekonomi dan investasi yang saling menguntungkan penting digiatkan. Ungkap pria kelahiran Bojonegoro tahun 1927 itu. 

Sedangkan berkepribadian di bidang budaya adalah wujud perilaku asah, asih, asuh, dan tepo sliro. Maknanya adalah sikap saling memberitahu, saling memperhatikan, melakukan dengan senang hati dan tidak semena-mena.
Kepribadian ini adalah hal dasar yang harus diajarkan kepada masyarakat Indonesia sejak dini. Inilah perbedaannya bahwa saat ini sudah tidak ada lagi pendidikan budi pekerti. Padahal Indonesia baru dapat bersatu bila masyarakatnya memiliki budi pekerti yang baik, jelas Soenarko tentang makna kepribadian bangsa Indonesia yang disebut dalam Trisakti. 
http://www.pdiperjuangan-jatim.org/v03/index.php?mod=berita&id=114